Satu Tahun Silam

Tepat setahun yang lalu, aku bersujud syukur mencium kerikil kerikil kecil yang ada di puncak   Semeru. Sambil menghadap kiblat aku berteriak "Alhamdulillah". 
Mungkin itu kenangan kecil saat aku pertama kali menginjak dataran tertinggi Pulau Jawa, 'Mahameru'. Dengan nyali besar tapi ga ada daya untuk meraihnya, walau sempat tersengal - sengal bahkan menangisi tanjakan pasir yang berkali - kali menjatuhkanku 2-3 langkah kebelakang, sambil berharap teriakan Indah yang udah mendahuluiku menjadi kenyataan. "Ayo chan... 5 menit lagi sampe" sempat - sempatnya dia membullshit di ketinggian seperti itu.

tanjakan cinta

Tak seperti saat tracking dari Ranu Kumbolo menuju Arcopodo. Itu adalah saat - saat yang damai, berjalan sendiri dengan membawa jirigen 5 liter air yang ku ambil dari danau. terseok - seok memaksakan diri untuk tetap bejalan dua puluh langkah tanpa berhenti, sambil mengikuti jejak ke enam temanku yang sudah jauh di depan. Iyalah, saya lemah sekali, jauh beda sama si Indah, cewek tengil yang ahli Taekwondo, dia mah ngacir aja di depan.

sayang banyak pohon yang terbakar
saya tepar
Sempat tertidur pulas di bawah sejuknya pohon - pohon pinus yang besar, yang hitam karena terbakar cuaca musim itu, dan juga sambil kuteguk sekali dua kali air yang kubawa. "Ahhh...segarnya". Setelah terbangun aku melanjutkan lagi perjalanan yang melelahkan itu sampai akhirnya kulihat sekumpulan orang yang duduk bersila tertawa melingkar,  sambil terlihat salah satu dari mereka melambaikan tangannya, sial...sepertinya mereka sudah lama disana.

cangkruk di Kalimati
aku dan Kalimati

Setelah ikut nimbrung sambil ku ambil landscape Kalimati yang sedikit di dominasi padang pasir dan sabana dengan background hijaunya pohon pinus yang terjajar rapi dan juga tak lupa ku bingkai senyum mereka dengan para pendaki lain yang udah ikut nimbrung dari tadi. 

Setelah cukup beristirahat, kita(akhirnya ga sendiri lagi) melewati padang pasir kecil itu dan menuruni sedikit turunan, setelah memasuki area yang berhutan, yang sedikit agak lightless dan horor, mulai aku di suguhkan tanjakan yang memeras keringat kaki sampai ujung kepala, ini adalah jalan menanjak tanpa syarat tanpa ujung sampai Arcopodo. Mereka, Si Galau, Om Chocky, Mas Bandung, little foot dan duo tenda biru sudah tancap gas sampai tak terlihat pantat carrier mereka, sial lagi, aku tertinggal jauh. Dan lagi - lagi saya musti slow kayak di pulao, santai kayak di pantai. 

track menuju Arcopodo
Tanpa panjang lebar menceritakan keluh kesah saya, akhirnya saya sampai di Arcopodo dan melihat pemandangan yang sedikit menyindir saya, yap, ternyata mereka sudah mapan tiduran di tenda, ada yang prepare buat masak, ada yang ribet nyari tissu basah buat beol dan pasti ada yang menertawakan saya. Ternyata,hah....payah.

Ketiga tenda akhirnya bisa berdiri kokoh melingkar berhadap-hadapan, sambil sang penghuni melempar candaan, Aku, si Wisnu, Ilham dan Indah mempersiapkan makan-makan karena tenda kami adalah dapur portabel. Karena di Arcopodo anginnya sedikit kenceng kami memutuskan untuk memasak di dalam tenda, walaupun takut resiko tenda terbakar namun kami yakin kita bisa memasak dengan tuntas karena kita sudah mendapatkan sertifikat memasak di Ranu Kumbolo kemarin,hahaha.

asli buatan kami
master chef
Makanan Siap, kita pun makan bersama, menyantap lahap sarden mie dan nasi yang lumayan sempurna tanpa basa basi. Sampai akhirnya hari mulai sore, matahari lenyap di permukaan, dan gelap datang melengkapi sunyinya suasana Arcopodo malam itu. 

Aku terbangun setelah alarm yang ku set di jam 2 pagi mnampar - nampar telingaku, telinga mereka. Kita terbangun, melamun dan tidur lagi. "Hooeeyy kuli, bangun tolol". Kita bergegas, merapikan tenda, bersih - bersih dan membawa tas kecil masing - masing, dengan bermodalkan air sebotol dan sedikit coklat untuk melumat lidah saat kelaparan, kita akhirnya berangkat sekitar jam setengah tiga. 

Ternyata setelah melewati hutan Arcopodo, kita langsung di hadapkan gundukan pasir berbatu menjulang meruncing tinggi seperti ingin membelah langit yang dingin waktu itu. Oke, kita naik. dan sialnya medan menuju Mahameru susah susah sulit, aku jatuh, terpeleset, tertimpa kerikil dari atas, duduk melihat bawah, melihat langit, melihat puncak, hah,.. apa mungkin ya?

sumpah, susah setengah mati

Mereka tetap ingat siapa yang ada di atas dan siapa yang ada di bawah, mereka ingat untuk tetap saling menyemangati, meneriaki telinga - telinga mereka yang hanya mendengar kata 'tak mungkin'. kita berjalan, kita naik menuju puncak yang sudah terlihat jelas. Waktu itu dingin, dingin sekali, tapi mataku menatap fatamorgana dataran puncak Mahameru, ini bukan gurun panas, ga mungkin ada fatamorgana.

Aku tetap menatap dot metrik kecil bayangan teman teman yang terlihat di atas, ku kejar mereka, ku teriaki mereka, namun cuma fatamorgana saja yang ku lihat.

tujuh orang hebat

aku dan gie
Sampai akhirnya fatamorgana itu benar benar nyata, iya benar, ini puncak tertinggi pulau jawa. 'Mahameru'. Sujud syukur langsung aku panjatkan, aku cium tanah itu, aku remas kerikil kerikil yang ada di genggamanku. Alhamdulillah. I Love you kawan.

Mahameru
-Happy Anniversary Tujuh Orang Hebat-




1 comment: